 |
Ilustrasi : Pencari Kerja |
Kebutuhan lapangan pekerjaan masih menjadi persoalan yang terus saja
menghantui bangsa Indonesia. Karena melihat tingginya jumlah lulusan sekolah
dan perguruan tinggi yang sampai saat ini jumlahnya mencapai jutaan orang. Jika
berdasarkan catatan Bank Dunia, tahun 2020 Indonesia membutuhkan lapangan kerja
baru bagi sekitaran 15 Juta orang.
Tempo.co
Bahkan menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO) jumlah pengangguran
berusia 15-24 tahun 2012 mencapai 75 juta orang. Sedangkan di tahun 2013 ini
saja pengangguran yang berusia 19-29 tahun mencapai 4,9 juta orang dari total
7,4 juta penganggur.
Kompas.com
Melengkapi data tersebut, BPS Pusat merilis jumlah perkiraan pengangguran
sekitar 7,15% penduduk usia 15 tahun ke atas. Sudah dapat dipastikan bahwa usia-usia
tersebut adalah usia sekolah. Sehingga dapat dimungkinkan jika jumlah
penganggur saat di tahun 2014 saja sebesar 7,15%, menunjukkan bahwa kebutuhan
akan tenaga kerja masih cukup tinggi. Meskipun BPS merilis telah terjadi
penurunan yang cukup signifikan jika dilihat tahun 2013 sebesar 7,41%
Data tersebut merupakan data perkiraan yang boleh jadi justru jumlah
tersebut lebih banyak di sebabkan karena tingkat kesalahan pendataan
pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi. Bahkan jika pendataan tersebut
mendekati benar, asumsinya di antara para pekerja yang berpenghasilan memadai
masih jauh dari rata-rata kebutuhan hidup domestik.
Apalagi menurut BPS sendiri data pekerja yang ada di Indonesia justru
didominasi oleh pekerja-pekerja dengan pendidikan usia SD sebesar 55,31% sangat
jauh sekali jika melihat tenaga kerja pendidikan tinggi yang hanya sekitar
8,85% jika dihitung dari keseluruhan penduduk usia 15 tahun ke atas yang
saat ini sudah bekerja. Yang lebih miris lagi ternyata jumlah pengangguran terbuka
justru didominasi penduduk lulusan perguruan tinggi (universitas) sebesar 4,31
% lebih tinggi jika dibandingkan jumlah pengangguran terbuka lulusan SD yang
hanya sekitar 3,69%.
Hal tersebut dibuktikan, meskipun pemerintah menganggap jumlah pengangguran
mengalami penurunan sebesar 5,7% (
detik.finance)
akan tetapi untuk jumlah pendapatan perkapita nasional masih sangat rendah.
Secara kasat mata saja dapat dibuktikan, saat ini saja aturan upah pekerja
(UMP) kurang lebih sebesar Rp 2,441,300 untuk wilayah DKI Jakarta sedangkan
untuk Yogyakarta kisaran Rp,910.000.
Sumber
Sehingga jika diambil rata-rata upah minimum propinsi seluruh Indonesia
hanya sekitar Rp 1.675.650 Sedangkan tidak semua perusahaan mengikuti
aturan pemerintah terkait tingginya upah yang harus dibayarkan kepada pekerja.
Kondisi tersebut, memberikan indikasi bahwa meskipun tingkat pengangguran
menurun, tapi pendapatan ekonomi yang layak masih jauh dari kebutuhan pokok
masyarakat. Selain itu melihat asumsi tingginya kebutuhan lapangan kerja
berdasarkan jumlah tenaga kerja yang meningkat tajam di tahun 2020 sebesar 15 juta
orang maka mau tidak mau pemerintah harus berusaha membuka lapangan kerja baru
agar para tenaga kerja baru tersebut dapat terserap dalam dunia kerja.
Namun, apakah pemerintah mampu memenuhi kebutuhan lapangan kerja, jika
ternyata tingkat pendidikan sendiri masih jauh dari kebutuhan pasar, terutama
pada sektor-sektor pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan yang diikuti.
Melihat perusahaan-perusahaan saat ini menuntut para pekerjanya adalah
pekerja-pekerja yang tangguh dengan profesionalisme yang tinggi. Dengan kata
lain, semakin banyak lulusan SMK ataupun PT akan berbanding lurus terhadap
kesiapan memasuki dunia kerja apabila para lulusan tersebut benar-benar siap
kerja.
Apalagi saat ini yang mestinya digerakkan adalah lapangan kerja kreatif yang
mampu mengangkat kemandirian rakyat. Karena teramat sulit (walaupun bukan tidak
mungkin) menampung keseluruhan pengangguran terbuka yang justru pengangguran
dengan pendidikan yang masih rendah, sebagaimana paparan di atas.
Bagaimana Visi Capres-cawapres untuk menyelesaikan persoalan
pengangguran?
Melihat beberapa kali sesi debat yang dilakukan masing-masing cawapres,
memang belum secara spesifik memaparkan program yang benar-benar menyentuh
persoalan pengangguran dan membengkaknya jumlah pengangguran jika melihat jumlah
lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini.
Apalagi paparan yang cukup bisa
ditangkap memang masing-masing capres menghendaki rakyatnya sejahtera. Baik
dengan menciptakan lapangan pekerjaan atau justru menciptakan pekerja-pekerja
kreatif yang sedikit banyak mengurangi beban negara dalam memenuhi kebutuhan
lapangan pekerjaan.
Persoalannya adalah seberapa besarkah kemampuan pemerintah menarik inverstor
dan pengusaha manufaktur untuk mendirikan perusahaannya di Indonesia? Apalagi
jika melihat profesionalisme tenaga kerja di Indonesia masih jauh dari
negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia, Singapura maupun Thailand. Wajar
saat ini perusahaan-perusahaan manufaktur banyak yang melakukan produksinya di
negara-negara tersebut. Tentu saja semua berdasarkan tingginya angka
tenaga kerja profesional yang layak pakai dan upah kerja yang tergolong murah.
Sebagaimana China yang menjadi pusat perusahaan-perusahaan manufaktur baik dari
Korea, Jepang maupun Amerika. Khususnya perusahaan perakitan telepon genggam dan
kendaraan pribadi maupun pembuatan suku cadangnya.
Sehingga sepatutnya capres-cawapres dalam debat tersebut lebih
memproyeksikan pembukaan lapangan kerja baru yang harus menampung jumlah tenaga
kerja menganggur . Sebagaimana keterangan Muhaimin Iskandar selaku Menakertrans
jumlah pengangguran tahun 2014 ini sebesar
7,24
juta orang. Paling tidak jika penduduk pengangguran sebesar itu membutuhkan
1186 perusahaan manufaktur agar mampu menyerap semua tenaga kerja produktif di
Indonesia jika tiap perusahaan mempekerjakan sejumlah 6100 orang seperti halnya
jumlah
pekerja
di PT Unilever Indonesia tahun 2012.
Namun demikian, tak kan mudah mengundang investor dan membangun perusahaan
sebanyak itu, apalagi pengalaman kepemimpinan 10 tahun pemerintahan Pak SBY dan
pemerintah2 yang telah lalu pun tidak mampu menyelesaikan persoalan tenaga
kerja di Indonesia. Ditambah lagi jika para pekerja Indonesia menginginkan
pendapatan yang layak. Sedangkan perusahaan masih bersikap protektif terhadap
pendapatan mereka.
Melihat fenomena ini, amat kecil kemungkinan pemerintah mampu menyiapkan
perusahaan yang mampu menampung jumlah pekerja yang jumlahnya sangat fantastis.
Sehingga sejatinya capres dan cawapres terpilih adalah sosok yang benar-benar
mampu menumbuhkan masyarakat kreatif dan menjadi fasilitator dan pendukung bagi
tumbuhnya industri kreatif serta bagaimana memfasiltasi agar usaha tersebut
dapat menghasilkan hasil karya yang bernilai tinggi serta mampu memenuhi
kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan ekspor.
Salam