Beberapa pekan yang lalu, bertepatan 16 Oktober dirayakannya hari pangan
sedunia. Di mana pada saat itu didirikannya organisasi pangan dan pertanian,
Food and Agriculture Organization ( FAO) dan pada saat itulah dunia merayakan
momentum keberhasilannya menciptakan sumber pangan bagi umat manusia. Tapi, perayaan
tersebut ternyata tidak melulu dinikmati oleh semua orang.
Alasannya
pokok adalah karena saat inipun masih ada saja bangsa-bangsa yang dilanda
kelaparan, bahkan berada pada garis kemiskinan yang luar biasa. Seperti di
negara bagian Afrika Selatan, yang setiap harinya kesulitan mencari sumber
makanan. Tak terkecuali negara Indonesia yang “katanya” tanah kita tanah surga
di mana semua orang bisa bercocok tanam ternyata tidak sedikit yang mengalami
busung lapar.
Tidak
sedikit warga negara ini yang tinggal dalam gubuk yang reot, tak layak dan
menikmati makanan sehari-hari dari hasil hutan yang tentu saja jauh dari kata
lezat seperti apa yang dialami sebagian masyarakat Papua. Adapula yang musti
berebut ketika pembagian daging kurban lantaran tidak biasa menikmati makanan
yang mahal. Tapi itulah bangsaku, meski sudah 68 tahun merdeka ternyata
rakyatnya masih saja belum merdeka, mereka harus tetap berjuang, berperang dari
laparnya perut dan hausnya tenggorokan karena sulitnya mencari bahan makanan
dan sumber air yang bersih.
Jika
menelaah begitu banyaknya sumber pangan di Indonesia, Indonesia memiliki sumber
daya alam yang sepertinya tidak terbatas karena dapat menghasilkan bahan
makanan, tidak hanya buminya yang subur akan tetapi sumber daya manusianya yang
dapat menghasilkan menu masakan yang diakui tingkat dunia. Sebut saja sate,
baso, nasi goreng yang telah merajai lidah-lidah para pelancong bahkan
masyarakat mancanegara. Hal ini sebenarnya sebagai basis yang memungkinkan
Indonesia dapat memenuhi kebutuhan bahan pangan dari yang bertaraf tradisional
sampai yang berkelas internasional.
Tapi apalah
daya, meski Indonesia tanahnya luas dan subur, di dalamnya dipenuhi
tanaman-tanaman yang bermanfaat untuk semua orang namun ternyata di dalamnya
masih banyak masyarakat kita yang merasakan kelaparan, sulitnya menikmati
gurihnya nasi beras, lezatnya daging, manisnya buah-buahan dan segarnya susu
yang seharusnya dapat dihasilkan dari tanah sendiri. Akan tetapi justru kita
hanya bisa menikmati hasil negara lain tanpa bisa menanam, kita hanya bisa
membeli tanpa bisa memproduksi. Imbasnya meskipun negara ini dijuluki loh
jinawi ternyata tidak berlaku bagi penduduk negeri ini.
Bahan pangan
kita peroleh dari import, termasuk hampir semua jenis buah-buahan, sayuran, bahkan
beraspun yang dahulunya kita dapat berswasembada saat ini tinggal gigit jari
karena sebagian tanah pertaniannya sudah menjadi gedung-gedung bertingkat,
berganti mall yang ternyata hanya sekelompok orang saja yang dapat menikmatinya
lantaran mahalnya harga-harga pembelian.
Meskipun
kita dapat menghasilkan sawit sebagai bahan baku minyak makan, ternyata kitapun
menikmati yang kelas dua selebihnya dijual ke negara lain. Laut kita
menghasilkan ikan yang berkualitas tapi sebagian besar dijual ke luar negeri
sedangkan kita hanya menikmati ikan asin. Sebut saja ikan tuna dengan gizi yang
tinggi saat ini menjadi bahan makanan bagi kalangan elit.
Sungguh
ironi di negara yang sumber pangannya merupakan separuh dari sumber pangan
dunia malah sekarang harus kehilangan mata pencahariannya dan
penghasilannya lantaran tidak mampu menghasilkan bahan makanan dengan kualitas
terbaik tapi justru mengandalkan produk import yang terkadang berkualitas
rendah tapi mahal harganya.
Memperingati
hari pangan sedunia, hakekatnya sebagai momentum agar bangsa Indonesia dapat
menciptakan sumber pangan, paling tidak menjadi pemasok bahan pangan bagi
warganya tanpa bergantung dari bangsa lain. Pada hari ini pula, sebagai langkah
untuk menciptakan kreasi baru makanan rakyat berkelas dunia.
Hari pangan
sedunia hakekatnya membangun kesadaran bangsa ini agar bangun dari mimpi dan
beranjak dari tidurnya untuk kembali berbuat terhadap ketersediaan pangan
nasional agar tidak ada lagi bagian bangsa ini yang kelaparan dan terkena
busung lapar akibat kekurangan gizi dan bahan makanan yang sehat.
Hari Pangan Sedunia (16 Oktober)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar