Contoh prosesi rias pengantin tradisional |
Seputar Ekonomi Di tengah pedalaman Kab. Lampung Tengah,
berbatasan dengan Kab. Pesawaran, tepatnya di Kampung Sidokerto Bumiratu
Nuban, perempuan uzur ini masih gagah dan ulet mengelola usaha
rumahannya dalam bidang riasan pengantin. Usaha rintisan semenjak ia
merajut tali pernikahan dengan suaminya yang kini sudah almarhum. Dengan
bermodal warisan dari ibunya yang kini juga sudah tiada, ia mencoba
peruntungan usaha yang sejatinya akan selalu dibutuhkan oleh
lingkungannya. Tentu saja usaha riasan akan selalu diburu oleh para
orang tua yang hendak menikahkan putra putrinya, dan juga menjadi
berburu para calon suami istri. Sebab dengan bantuan ahli rias ini,
kecantikan wajah kedua mempelai semakin berkilau. Yang semula sedikit
gelap, bisa dipermak menjadi semakin ayu dan menggoda. Tentu menggoda
perhatian suaminya dan para tamu undangan yang hadir pada pesta
pernikahan tentunya.
Ibu Fatimah, diusianya yang ke-60 tahun, sudah dibilang sudah usia tak
lagi muda. Ia sudah puluhan tahun mengelola usaha ini ternyata masih
saja memegang teguh konsep adat ketimuran dengan menjaga konsep
pernikahan bagi calon mempelai. Dan bersyukur pada saat itu usaha ibu
ini sangat digemari pelanggannya lantaran make overnya cukup apik, cara
meriasnya juga tak kalah dengan riasan-riasan ahli tata rias yang sudah
kondang mengingat kejelian dalam mengatur pewarnaan. Selain itu, karena
riasannya yang cukup apik, ternyata ongkos rias dan sewa pakaian
pengantin cukup terjangkau menurut kantong orang-orang di sekitarnya.
Motif riasan yang ditawarkan disesuaikan dengan permintaan. Seperti
misalnya riasan pengantin ala Jawa, Sunda, Palembang, Lampung dan
lain-lain yang tentu harga yang ditawarkan sangat murah.
Karena murahnya harga yang ditawarkan, tak hanya warga di sekitar yang
membutuhkan jasanya, mengingat betapa kondangnya nama suami kala itu,
pesanan rias pengantin bisa mencapai berkilo-kilo meter perjalanan. Demi
memenuhi permintaan pelanggan. Tentu semakin jauh pemesannya dan
variasi permintaan si costumer, maka hargapun akan berbeda. Tergantung
pada kesepakatan kedua belah pihak.
Namun demikian, meskipun usaha riasan ini dibilang kelas kampung,
ternyata bisa menjadi salah satu icon usaha rias di Kecamatan Bumiratu
Nuban dan mampu mengumpulkan pundi-pundi uang demi mencari model-model
pakaian terbaru yang disiapkan untuk para calon pengantin.
Itulah harapannya, gak muluk-muluk, dengan usaha yang digelutinya
puluhan tahun itu bisa berkembang dan bisa memenuhi kebutuhan rumah
tangga serta kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Kira-kira harapan
sederhananya demikian.
Tapi itu dahulu, ketika riasan tradisional, yang saya sebut dengan
riasan kampung masih jaya-jayanya. Ketika dengan sentuhan tangan trampil
beliau mampu meraih penghasilan 200 sd. 500 ribuan saja ternyata tak
mengurangi omset bulanan kala itu. Hal itu dikarenakan masih sedikitnya
usaha rias pengantin. Berbeda sekali dengan saat ini hampir di pelosok
kampung rias penganting bertumbuh seperti cendawan di musim hujan.
Mereka menawarkan beraneka rupa dan harga serta pelayanan rias yang
bersaing. Bahkan saking bersaingnya, adakalanya di antara perias
pengantin ini rela merogok kocek yang dalam dengan menyewa pakaian
pengantin yang lumayan mahal, demi mendapatkan model terbaru dan disukai
masyarakat di era kekinian.
Coba bandingkan dengan usaha rias pengantin saat ini, si perias
pengantin biasanya tak hanya memenuhi jasa riasan wajah dan pakaian
saja, bahkan sudah menguasai hampir semua kebutuhan pesta perkawinan.
Seperti persiapan tarub, barang pecah belah, sewa organ tunggal atau
hiburan lainnya, sewa tarub dan panggung, mesin genset, dan pakaian
perias tarub yang disediakan oleh si perias tersebut. Bahkan untuk
urusan undangan juga di back up oleh satu orang dengan menggandeng
kerjasama dengan pengusaha lainnya. Sebuah usaha tata rias yang cukup
menyita modal tapi keuntungan maksimal.
Itulah usaha rias pengantin saat ini, mereka berani mengeluarkan modal
yang cukup besar demi memenuhi kebutuhan model riasan penganitin saat
ini. Tak hanya gaya ala ketimuran (keindonesiaan) karena mereka juga
menggunakan motif eropa atau amerika yang dianggap lebih modern.
Riasan modern |
Kondisi modernisasi usaha rias pengantin ternyata turut memicu
melorotnya usaha riasan Bu Fatimah, konsumen yang awalnya menjadi
pelanggan tetap dan selalu memesan tatkala keluarganya hendak
melangsungkan perkawinan, kini terpaksa diambil pengusaha lain. Ia hanya
bisa pasrah dengan keadaan, lantaran usaha untuk mengembangkan usaha
rias pengantin yang digelutinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Bisa mencapai puluhan juta rupiah, apalagi konsep yang tawarkan bermodel
ala kebarat-baratan atau mengadopsi ala Eropa dan Amerika. Tentu biaya
yang dibutuhkan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan saat ini
riasan pengantin banyak pula yang mengadobsi model pernikahan Tionghoa
yang juga pernak-perniknya yang cukup malah.
Karena ketidak mampuan memenuhi kebutuhan modernisasi riasan pengantin
ternyata juga menjadi pemicu bagaimana sulitnya bersaing dengan para
pengusaha dengan permodalan yang mencukupi. Ditambah lagi karena usia
yang semakin lama semakin bertambah yang juga menjadi pemicu menurunnya
kesiapan dirinya dalam memenuhi permintaan. Bukan permintaan menurun,
tapi kemampuan memenuhi pesanan itu yang menjadi pemicunya. Hal itu
disebabkan karena usia yang tak lagi muda. Selain itu anak-anak yang
sedianya bisa menjadi penerus usaha rias pengantin tradisional ini
ternyata berbelok arah. Mereka enggan meneruskan usaha orang tuanya.
Sudah dapat dipastikan secara perlahan usaha ini akan gulung tikar.
Apalagi saat ini, riasan pengantin daerah yang tengah boomingnya nilai
sewanya juga puluhan hingga ratusan juta rupiah. Sebanding dengan harga
yang ditawarkan berdasarkan kelas-kelasnya.
Meskipun usaha riasan pengantin ini beresiko bangkrut dan sepi
pelanggan, tapi tak ada kata berhenti dan menyerah dengan keadaan. Dan
meski di usia tak lagi muda, ia tetap meneruskan usahanya ini di
sela-sela usaha warung kecilnya. Dengan semangat gotong royong”membantu”
ia tetap memenuhi permintaan calon pengantin baru dengan harga yang tak
sesuai dengan nilai rupiah saat ini.
Namun yang pasti, harapan beliau, ia tak melulu hanya mengejar
pendapatan dari rias pengantin ini. Akan tetapi tekad yang kuat ingin
melestarikan budaya leluhur, budaya tradisional ketimuran ala rias
pengantin ini hingga ajal menjemput. (maa)
(maa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar