![]() |
Situs MMM yang diblokir oleh Kominfo (economy,okezone.com) |
Dunia bisnis keuangan sampai saat ini belum juga menuai kepuasan para
pelakunya, dus bisnis perbankan yang notabene sebagai usaha yang paling
aman menurut OJK, ternyata sampai sejauh ini masih jauh panggan dari
api. Para nasabah yang semula menggunakan jasa penyimpanan uang di bank,
kini kembali dikejutkan oleh dibobolnya tiga bank yang bernilai
milyaran rupiah. Apa kata nasabah melihat fenomena aneh ini? Tentu tak
jauh-jauh dari kesan KECEWA, meskipun saya bukanlah seorang nasabah dan
bankir, tapi melihat fenomena ini saya pun jadi ketar-ketir ketiak ingin
menyimpan uang di bank.
Apa boleh di kata, uang yang dikumpulkan sedikit demi sedikit dan di
simpan (baca: dititipkan) ternyata harus hangus hilang entah kemana. Apa
nggak kecewa tuh para nasabahnya. Tak hanya nasabah yang kecewa,
pengusaha perbankan sendiri akan gigit jari. Kenapa keamanan perbankan
bisa begini? (ngelus dada)
Meskipun kejahatan perbankan sudah menjadi kejahatan luar biasa,
lantaran uang yang seharusnya bisa dimanfaakan pada hal yang berguna
bagi pemiliknya, harus hilang secepat kilat tanpa tahu siapa pelakunya.
Hacker kembali menjadi kambing hitam, bahwa kejahatan ini semata-mata
kejahatan mereka. Padahal secara hak, para nasabah selaku konsumen
nasabah, mereka berhak mendapatkan kepastian keamanan uang mereka. Tanpa
bisa ditawar-tawar lagi. Karena mereka sudah membayar biaya (nitip)
dengan sejumlah uang perbulan. Belum lagi setiap transaksi via ATM
mereka pun harus membayar minimal tiga ribu rupiah.
Apakah perbankan bisa mengelak, bahwa kesalahan ini semata-mata karena
kesalahan Hacker?, Atau mencari kambing hitam dengan alasan bahwa pihak
nasabah mendownload aplikasi perbankan yang diduga palsu demi ingin
mencuri data-data nasabah? Alasan klise yang selalu saja diucapkan oleh
para bankir, mereka ingin cuci tangan seolah-olah semua karena
“kebodohan” nasabah. Mendownload dan menggunakan aplikasi palsu. Padahal
tak semua nasabah memahami mana yang asli dan mana yang palsu.
Yang aneh sekali, meskipun bank-bank kita selalu dibobol maling, nasabah selalu mendapatkan getahnya. Bahasaya bodo nya ialah “uang saya disimpan di bank, ketika ilang kog saya lagi yang disalahin? Kepiyo To?” Boleh
saja pihak bank berkilah itu murni kesalahan nasabah, karena bisa
dengan mudah menyerahkan data-datanya, tapi bagi seorang konsumen,
apalagi masyarakat awam dari kampung, mereka akan terperanjat jika
dituduh melakukan kesalahan karena menggunakan aplikasi tak jelas.
Tapi sayang sekali, meskipun pembobolan bank telah terjadi, direktur OJK
menyatakan tidak tahu beritanya. Kenapa mereka yang memiliki otoritas
terkait keamanan uang nasabah bank kog tiba-tiba merasa tak tahu
apa-apa? Apakah ingin cuci tangan juga, lantaran berkali-kali mereka
mengatakan bahwa uang yang disimpan di bank akan aman. Dan setiap
kehilangan tanpa diketahui akan diganti oleh Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Terus gimana kalau yang punya uang gak bisa ngurus? Ditambah lagi
uangnya sudah hilang, dia justru disalahkan.
Pemblokiran Situs MMM dan Ironi Permbankan di Indonesia
Pemerintah menganggap bahwa usaha arisan MMM, atau bahasa medianya
Manusia Menyumbang Manusia itu dianggap ilegal, tak sah, tak jelas dan
identik merugikan para pengikutnya. Bahkan sikap tegas tersebut
dilontarkan karena begitu banyak pengikut arisan MMM ini yang merasa
kehilangan uangnya. Akhirnya MMM pun ditutup dan dianggap terlarang.
Semua situsnya diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo).
Sudah jelas, bahwa MMM memang berpotensi merugikan pengikutnya.
Bagaimana tidak, ketika sudah terlibat bisnis MMM ini, para membernya
dengan mudahnya mentransfer sejumlah uang melalui mekanisme perbankan
tanpa mengetahui siapa yang dikirimi uang, manusia, monyet atau justru
dedemit? Mereka mengirim uang yang jumlahnya jutaan rupiah kepada sosok
ghaib, dengan alasan lagi bahwa mereka harus menyumbang demi mendapatkan
sumbangan kembali. Aneh, mereka menyumbang orang yang semestinya
ikhlas, ternyata berharap uang yang didapatkan lebih besar. Iblis pun
akan tertawa melihat prilaku arisan seperti ini. Menyumbang satu juta
inginnya dapat kiriman lima juta, sedangkan dipihak lain uang yang sudah
disetorkan tak juga kembali. Pantas saja para membernya banyak yang
demo, protes kenapa uang yang ditransfer berharap benefif tak juga
membuahkan hasil.
Maka amat wajar pula bisnis mak jelas ala MMM ini patut dipertanyakan
dan patut dihentikan keberadaannya. Karena benar-benar membangkrutkan
orang banyak. Mereka menipu dengan mendapatkan sumbangan (terpaksa) dari
membernya tanpa embel-embel apapun. Kalau beruntung ya uangnya kembali
dengan mendapatkan kiriman dari sesama member, kalau lagi apes, maka
uangnya akan raib tanpa bisa minta ganti. Ketika mereka melapor
pemerintah pun pemerintah tak bisa menjamin bahwa usaha ini berhak
mendapatkan perlindungan secara hukum. Apalagi mendapatkan ganti,
mustahil keless.
Bagaimana dengan kasus pembobolan bank? Apakah kondisinya sama saja
dengan pembobolan uang nasabah a la bisnis MMM ini? Di satu sisi pihak
Bank merasa uang yang mereka kelola akan aman-aman saja, tapi faktanya
banyak yang bobol digondol maling. Bank mengelak dan banyak uang nasabah
yang tak kembali. Situasi yang kurang lebih sama dengan apa yang
dialami oleh member arisan MMM. Mereka dicuri uangnya dengan “sukarela”
karena alasannya menyumbang, tapi nasabah Bank, mereka kehilangan
uangnya tanpa disadari sebelumnya. Kurang lebih sama modus kehilangannya
tapi teknisnya berbeda.
Dan anehnya, meskipun kasus pencurian uang nasabah ini sudah sering
terjadi, ternyata OJK pun tidak memberikan warning (peringatan pada
pihak bank) bahwa apa yang dialami oleh Bank adalah kelalaian. Sekali
lagi alasannya karena murni kesalahan Hacker dan Nasabah yang begitu
mudahnya menyerahkan data rahasianya. Kalau sudah demikian, berarti gak
ada bedanya antara Bank dengan bisnis yang legal tersebut dengan Arisan
MMM kan? Sama-sama berpotensi merugikan nasabahnya.
Nasib memang nasib, nasi sudah menjadi bubur. Menyimpan uang di bank
kalau sedikit lama-lama habis karena kepotong administrasi, giliran
banyak melayang entah kemana.
Ya sudahlah kita kembalikan pada pemerintah, apakah pemerintah akan
mempertegas aturan dan hukum terkait harta nasabah yang hilang tersebut.
Akan diganti atau justru pemerintah tinggal diam saja dengan apa yang
terjadi. Atau lebih baik menabung saja di kaleng biskuit, ala mbak
Fidiawati. hehe (maa)
Literatur: